Tuesday, January 6, 2015

Renungan hati

Apakah cinta yang abadi itu nyata? Tak pernah kurasakan manisnya cinta, tak pernah pula mencicipi pahitnya. Hanya rasa hambar yang terasa. Bahkan air putih pun punya rasa, tapi mengapa hatiku begitu hampa? Apa ini kutukan? Apa mungkin cinta terlalu agung untukku? Dan aku hanya rakyat jelata ber pakaian karung goni dan ber alas kaki pelepah pisang. Apakah cinta terlalu hangat untuk hatiku yang sudah beku ini? Bukankah cinta itu adil? Atau aku yang terlalu menuntut cinta dan tak membiarkannya datang secara sendiri?


Mungkin aku harus menunggu lebih lama...

Sunday, January 4, 2015

Bukan cerita cinta

Ini bukan cerita cinta biasa. Ini adalah cerita anak manusia yang jatuh cinta kepada alam. Ini adalah ceritaku, seorang mahasiswa yang terdampar di negeri yang penuh dengan kebebasan. 
1 hari setelah pergantian tahun, aku dan beberapa kawan melakukan perjalanan ke selatan negara ini. Ke sebuah kota dimana 2 negara saling bertemu. Kota perbatasan Jerman dan Austria, bernama Füssen.
Sebelumnya aku akan menceritakan sepotong sejarah dari tanah Bavaria, Jerman. Sejak tahun 1864 hingga 1886 Bavaria dipimpin oleh seorang raja bernama Ludwig Friedrich Wilhelm, atau Ludwig (Louis) II. Ludwig II dikenang sebagai salah satu penguasa Jerman yang tidak biasa dan populer bagi rakyatnya. Popularitasnya ini disebabkan terutama karena tiga faktor: Pertama, ia menghindari perang, sehingga menciptakan kedamaian di Bavaria. Kedua, ia membiayai sendiri pembangunan kastilnya sehingga tidak membebani kas negara serta menciptakan lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Ketiga, ia sering menyamar untuk mengunjungi rakyatnya dan menghadiahi orang-orang yang ramah terhadapnya dengan hadiah yang berlimpah. Ludwig adalah pribadi yang unik, dia mempunyai hobi membangun kastil. Terhitung ada 5 kastil yang di bangun pada masa kekuasaannya. Salah satu kastil yang paling indah adalah kastil Neuschwanstein. Kastil ini adalah kastil Bavaria pada abad ke-19. Kastil ini terletak di puncak pegunungan di Jerman, di   dekat Hohenschwangau dan Füssen di Bayern(Bavaria) barat daya.
Berbekal keingintahuan dan hasrat untuk berpetualang kami pergi melihat ketangguhan dan keanggunan kastil yang disebut sebagai model dari kastil di negeri dongeng di film disney itu. Untuk bisa sampai ke kota Füssen, tempat dimana kastil itu berada, kita harus naik kereta dari kota Munchen (Munich). Kira-kira dibutuhkan waktu 2 jam perjalanan untuk menuju ke Füssen dari Munchen.
Setelah berpisah dari pemandangan gedung-gedung tinggi di Munchen, kita disapa oleh rumah rumah mungil yang tertata rapih di pinggir kota. Setelah melantur kesana kemari bersama teman tak terasa pemandangan kota sudah bebubah menjadi lautan salju yang terhampar sampai ujung horizon. Tak jarang pula ada rumah-rumah khas eropa yang tersusun di lembah berbalut salju terlihat terselip diantara bukit-bukit mungil. Pemandangan bukit-bukit berubah menjadi pegunungan tinggi yang berbalut salju yang lembut dan pohon-pohon yang masih hijau daunnya, sebuah konspirasi semesta yang membuat mata tak bisa berpaling. Percuma aku deskripsikan, pemandangan di depan mataku adalah pemandangan yang bisa membuat lelaki tangguh mendayu-dayu seperti irama lagu Ella Fitzgerald. Sungguh karya ilahi yang tak terhingga nilainya.

Setelah 2 jam di kereta akhirnya kita tiba juga di Füssen. Kota mungil ini dikelilingi pegunungan Alpen yang tertutup salju. Jam menunjukan pukul 2 siang, kota ini telah dipenuhi oleh ratusan manusia yang ingin mengunjungi istana bavaria yang masyhur itu. Suasana melankoli eropa sangat terasa di kota ini, bangunan lawas dan baru tersebar bendampingan dan suasana musim dingin membuat kota ini terlihat lebih misterius dan anggun.

 

Akibat tebalnya salju dan cuaca yang tidak terprediksi, jasa tranportasi untuk para pengunjung yang ingin mengunjungi kastil yang berupa bis tidak tersedia, sehingga kita harus jalan kaki menuju ke kastil Neuschwanstein. Kastil ini terletak di atas gunung yang tidak terlalu terjal sehingga masih bisa dicapai dengan jalan kaki. Dibutuhkan kira-kira 40 menit untuk sampai ke kastil. Jalan setapak yang terbuat dari aspal dihiasi dengan salju yang sudah ternodai oleh lumpur-lumpur bekas jejak kaki manusia dan kuda. Kereta kuda sekali-kali terlihat mengantar penumpang yang tidak mau jalan kaki. Kadang kuda-kuda itu juga meninggalkan jejak lain berupa kotoran kuda, untungnya ada petugas yang rutin membersihkan jalan sehingga kotoran kudanya tidak terlalu mengganggu pejalan kaki. 40 menit menanjak menuju kastil sama sekali tidak terasa, peluh pun tak terlihat akibat temperatur yang sangat rendah. Setiap 5 meter sekali kita berhenti untuk berfoto. Pemandangan yang sangat menakjubkan adalah alasan utama mengapa 40 menit terasa seperti secepat jentikan jari. Pegunungan yang berpadu dengan bangunan-bangunan klasik eropa dan salju yang menutup atap-atap rumah terlihat seperti lukisan semesta yang tak ternilai.

 

Siluet bangunan tinggi terlihat disela sela pepohonan yang tak berdaun. Bangunan tinggi itu adalah kastil Neuschwanstein. Kastil ini tak ternilai keindahannya, kasti ini adalah pujian untuk imajinasi manusia, kastil ini adalah sosok bidadari yang duduk diantara permadani putih, kastil ini adalah cinta tuhan kepada ciptaannya. Hanya satu kata yang terkenang di hati saat melihat pemandangan surgawi ini “nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan?”.



 

Dibalik kastil Neuschwanstein ada sebuah kastil yang lebih kecil tapi tak kalah cantiknya bernama kastil Hohenschwangau. Dibelakang kastil ini ada danau yang terlihat beku dan pegunungan yang berselimut salju. Jantungku berdebar melihat indahnya semesta ini. Angin lembut terasa seperti surga di dunia. Pada saat itu aku jatuh cinta. Jatuh cinta kepada alam dan kepada sang pencipta.

 

Nikmat tuhan mana lagi yang kau dustakan?



Cerita ini kupersembahkan untuk keluargaku yang ada di tanah air, semoga kita bisa bersama-sama mengunjungi bagian bumi yang indah ini.